Rabu, 07 Mei 2014

KENANGAN PERSAHABATAN MERAJUT SEBUAH CERITA INDAH

            
Sebut saja namaku Sulfi. Aku tinggal di sebuah Kota Perantauan, sebut saja itu adalah Kota Yogyakarta. Di Kota inilah Aku memulai kehidupan baru. Kehidupan dimana Aku harus jauh dari kedua orang tuaku dan berpisah dengan kedua sahabatku. Ku tatap tanah kelahiranku, yakin Aku akan kembali untuk membawa ilmu dan prestasi agar dapat membangun kehidupan yang kurang membaik di keluarga dan sekelilingku. Ku pegang erat tangan kedua sahabatku, yakin bahwa Aku akan bertemu kembali dengan mereka. Ani dan Imam, itulah nama sapaan yang kerap kali Aku sebut saat memanggil mereka. Sahabat yang lucu. Aku yang memiliki karakter kurang penyabar, cocok sekali jika berinteraksi dengan mereka yang memiliki karakter humoris dan ceria. Nampaknya, Aku pun selalu gembira ketika bersama mereka. Perlahan-lahan, Aku bisa belajar bagaimana melatih diri menjadi orang yang penyabar, belajar bagaimana menghadapi seseorang yang berbeda karakter dengan kita. Pelajaran yang sangat berharga. Tak salah jika pepatah mengatakan “ Guru yang Baik adalah Pengalaman “. Pengalaman membuat kita tahu akan banyak hal. Pengalaman juga mengajarkan kepada kita tentang sesuatu yang mungkin sama sekali tidak pernah kita tahu. Sahabat, dari mereka lah Aku banyak mendapatkan pengalaman. Pengalaman lain yang mungkin tidak Aku dapatkan dari lingkungan keluarga dan lingkungan sekedar teman biasa. Beruntung Aku yang mempunyai sahabat seperti mereka. Mereka selalu ada saat Aku membutuhkannya. Itulah yang membuat Aku sulit untuk melupakan mereka. Terlalu banyak kenangan yang telah kami rajut menjadi sebuah cerita indah yang akan tetap kami ingat sampai kami tiada.
Kenangan semasa SMA adalah kenangan yang sangat berkesan bagiku. Aku ingat sekali ketika Aku masih satu kelas bersama kedua sahabatku itu, Ani dan Imam. Ketika Guru PKN kami mengajar, Imam memotret beliau dan di upload di Facebook (FB). Saat itu, komentar di FB milik Imam sangat ramai karena foto itu. Sungguh sangat jail sahabatku yang satu ini. Dia memang yang paling bisa membuat kehebohan di ruang kelas. Tak jarang sekali Imam mengajak Aku dan Ani bermain kartu di belakang pojok kelas saat guru belum masuk. Bahkan, ketika ada guru sekali pun, Imam pernah mengajak Aku dan Ani bermain kartu di tempat biasa. Meskipun demikian, dibalik kejailannya itu, Aku tetap bangga pada Imam. Walaupun dia hobi sekali bermain kartu saat pelajaran, dia masih tetap bisa berprestasi di sekolah. Dia memiliki bakat di bidang teater. Dia pernah mengikuti lomba teater dan meraih juara I bersama tim teaternya. Berbeda lagi dengan Ani. Sahabatku yang satu ini, sering sekali tertawa. Lucu tidak lucu, dia tetap tertawa. Mau dikatakan stress, tapi masih waras. Mau dikatakan waras, sepertinya masih agak stress. Tapi jangan salah, meskipun seperti itu, Ani merupakan salah satu siswi yang pandai di kelasku. Dia ulet sekali jika mengerjakan soal hitungan, baik pada saat pelajaran Fisika, Matematika, maupun Kimia. Sedangkan Aku sendiri, memiliki bakat di bidang Karya Tulis Ilmiah. Tak jarang Aku dan kedua sahabatku belajar bersama tentang Karya Tulis Ilmiah. Tak hanya itu, kami juga sering belajar bersama tentang pelajaran sehari-hari di kelas. Biasanya, usai kami belajar, kami pergi jalan bersama ke pantai untuk menghilangkan penat dan menyegarkan pikiran. Kehebohan pun kembali membising. Inilah kami. Berbeda-beda untuk saling melengkapi satu sama lain. Terasa indah.
Indahnya kenangan itu, membuatku seakan-akan tak ingin jauh dari mereka. Tak ingin Aku berpisah dengan mereka. Tapi apalah daya. Waktu nampaknya memang telah berbicara. Aku memang harus berpisah dengan mereka demi melanjutkan pendidikan. Aku, harus meninggalkan kampung halamanku untuk menempuh pendidikan di universitas yang berada di Yogyakarta. Imam, juga harus meninggalkan tanah kelahirannya untuk kuliah di universitas yang terletak di Kota Surabaya. Ani, adalah satu-satunya sahabatku yang melanjutkan pendidikan di universitas yang ada di daerah kota kelahirannya sendiri, yaitu di daerah Sumenep. Seandainya Aku bisa memilih, Aku ingin melanjutkan pendidikan dengan tetap bersama dengan mereka. Kebiasaan yang sering Aku jalani dengan mereka membuat Aku ragu untuk menjalin keakraban yang baru dengan teman-teman di Kota Perantauan in. Keakrabanku dengan kedua sahabatku membuat Aku sudah merasa lengkap dengan kehadiran mereka yang selalu membuat hidupkun jadi berwarna. Tak rela rasanya jika Aku harus berpisah dengan mereka. Namun, Aku tak bisa apa-apa. Mungkin ini adalah takdir dari Sang Kuasa. Mau tidak mau, Aku tetap harus menerima kenyataan itu. Aku harus tetap pergi ke Kota Perantauan itu dengan tekad hati bahwa Aku akan kembali dengan kesuksesan dan bisa kembali berkumpul bersama orang-orang yang Aku sayangi itu.
Selama Aku tinggal di Kota Yogyakarta ini, Aku tetap selalu mencoba menghubungi mereka demi tetap terjalinnya rasa persahabatan kami. Meskipun kadang mereka sibuk dengan urusan masing-masing, begitu pun Aku, namun tetap kami sempatkan walau hanya berkomunikasi lewat satu atau dua sms, atau bahkan jika kami saling merindukan suara kami, kami sempatkan untuk berbicara via handphone walau hanya satu menit. Itu sudah terasa cukup buat Aku. Aku mengerti, kami sudah memiliki dunia masing-masing. Dunia baru yang mungkin lebih menyenangkan. Namun, selebih menyenangkan apa pun itu, persahabatanku yang lama tak akan pernah terlupakan meskipun mungkin Aku sudah memiliki teman yang baru di sini. Pernah suatu ketika, dimana saat itu Aku dan kedua sahabatku itu tak pernah ada komunikasi sama sekali. Aku pun juga enggan menghubungi mereka. Aku kira, mereka pasti sudah melupakan Aku.. FB, hanyalah satu-satunya social media yang Aku gunakan untuk melepaskan rasa rinduku pada mereka. Ku pandangi foto-foto mereka di profil mereka masing-masing. Aku senang melihat mereka bergelut senyum dan tawa dalam foto-foto mereka. Betapa rindunya Aku pada mereka.
Tak henti-hentinya Aku sering melihat kabar terbaru mereka lewat profil FB mereka. Hingga suatu ketika, saat Aku sedang online, sahabatku, Imam, dia juga online. Senang rasanya saat Aku tau bahwa dia juga sedang online. Tanpa Aku sadari, ternyata dia sedang berkomentar pada foto profil baruku bersama teman-teman baruku di Yogyakarta. Imam menulis, “ Sahabatku, Aku senang melihat kamu sudah bahagia dengan teman-teman barumu di sana. Maafkan Aku jika selama ini Aku dan Ani tidak bisa membuatmu tersenyum seceria sekarang ini. Kamu belajar yang rajin yah, kuliah yang bener, semoga nanti kita bisa bertemu kembali dengan keadaan kita yang sudah sama-sama sukses..Aamiin..”. Rasa haru yang menggeluti hati ini saat Aku membaca komentar Imam. Tak terasa, air mataku menetes membasahi laptop yang sedang Aku pakai untuk online. Sedih, tapi bahagia. Selama ini Aku salah. Aku pikir, mereka tak pernah peduli, tak pernah memikirkan Aku setelah kami berpisah.  Ternyata malah sebaliknya. Aku sadar, tiga tahun persahabatan yang Aku jalani bersama mereka, memang sangat erat dan sulit untuk dilupakan. Nasihat Imam pun juga menyadarkan Aku untuk terus tetap tekun belajar, semAngat kuliah, agar Aku bisa meraih kesuksesan kelak.
Untuk yang terakhir, teruntuk sahabatku, Ani dan Imam : “ Sesenang apa pun Aku di Kota Perantauan ini, sebahagia apa pun Aku hidup bersama teman-teman baruku di sini, itu semua tak Akan membuat Aku melupakan kalian. Sudah banyak kenangan yang kita rajut menjadi sebuah cerita yang indah. Kalian selalu membuatku ceria. Aku senang memiliki sahabat seperti kalian. Seandainya kalian bisa membaca tulisanku ini, Aku ingin mengatakan bahwa Aku sangat merindukan kalian L

2 komentar:

  1. Saya adalahs alah seorang pengagum mbak Sulfi. Saya kuliah di Ekonomi UP45. Saya sering mengamati kegaitan mbak Sulfi. Pantas kalau mbak Sulfi itu mahasiswa teladan. Proficiat ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waah,,yang mana yaa???semester berapa ya?
      Kog saya di amati?
      Kan saya bukan bahan pengamatan,,
      hehhee,,,,,

      Hapus

Wikipedia

Hasil penelusuran