Sebut saja namaku Sulfi. Aku
tinggal di sebuah Kota Perantauan, sebut saja itu adalah Kota Yogyakarta. Di
Kota inilah Aku memulai kehidupan baru. Kehidupan dimana Aku harus jauh dari
kedua orang tuaku dan berpisah dengan kedua sahabatku. Ku tatap tanah
kelahiranku, yakin Aku akan kembali untuk membawa ilmu dan prestasi agar dapat
membangun kehidupan yang kurang membaik di keluarga dan sekelilingku. Ku pegang
erat tangan kedua sahabatku, yakin bahwa Aku akan bertemu kembali dengan
mereka. Ani dan Imam, itulah nama sapaan yang kerap kali Aku sebut saat
memanggil mereka. Sahabat yang lucu. Aku yang memiliki karakter kurang penyabar,
cocok sekali jika berinteraksi dengan mereka yang memiliki karakter humoris dan
ceria. Nampaknya, Aku pun selalu gembira ketika bersama mereka. Perlahan-lahan,
Aku bisa belajar bagaimana melatih diri menjadi orang yang penyabar, belajar
bagaimana menghadapi seseorang yang berbeda karakter dengan kita. Pelajaran
yang sangat berharga. Tak salah jika pepatah mengatakan “ Guru yang Baik adalah
Pengalaman “. Pengalaman membuat kita tahu akan banyak hal. Pengalaman juga
mengajarkan kepada kita tentang sesuatu yang mungkin sama sekali tidak pernah
kita tahu. Sahabat, dari mereka lah Aku banyak mendapatkan pengalaman.
Pengalaman lain yang mungkin tidak Aku dapatkan dari lingkungan keluarga dan
lingkungan sekedar teman biasa. Beruntung Aku yang mempunyai sahabat seperti
mereka. Mereka selalu ada saat Aku membutuhkannya. Itulah yang membuat Aku
sulit untuk melupakan mereka. Terlalu banyak kenangan yang telah kami rajut
menjadi sebuah cerita indah yang akan tetap kami ingat sampai kami tiada.
Kenangan semasa SMA adalah
kenangan yang sangat berkesan bagiku. Aku ingat sekali ketika Aku masih satu
kelas bersama kedua sahabatku itu, Ani dan Imam. Ketika Guru PKN kami mengajar,
Imam memotret beliau dan di upload di Facebook (FB). Saat itu, komentar di FB
milik Imam sangat ramai karena foto itu. Sungguh sangat jail sahabatku yang
satu ini. Dia memang yang paling bisa membuat kehebohan di ruang kelas. Tak
jarang sekali Imam mengajak Aku dan Ani bermain kartu di belakang pojok kelas
saat guru belum masuk. Bahkan, ketika ada guru sekali pun, Imam pernah mengajak
Aku dan Ani bermain kartu di tempat biasa. Meskipun demikian, dibalik
kejailannya itu, Aku tetap bangga pada Imam. Walaupun dia hobi sekali bermain
kartu saat pelajaran, dia masih tetap bisa berprestasi di sekolah. Dia memiliki
bakat di bidang teater. Dia pernah mengikuti lomba teater dan meraih juara I
bersama tim teaternya. Berbeda lagi dengan Ani. Sahabatku yang satu ini, sering
sekali tertawa. Lucu tidak lucu, dia tetap tertawa. Mau dikatakan stress, tapi
masih waras. Mau dikatakan waras, sepertinya masih agak stress. Tapi jangan
salah, meskipun seperti itu, Ani merupakan salah satu siswi yang pandai di
kelasku. Dia ulet sekali jika mengerjakan soal hitungan, baik pada saat
pelajaran Fisika, Matematika, maupun Kimia. Sedangkan Aku sendiri, memiliki
bakat di bidang Karya Tulis Ilmiah. Tak jarang Aku dan kedua sahabatku belajar
bersama tentang Karya Tulis Ilmiah. Tak hanya itu, kami juga sering belajar
bersama tentang pelajaran sehari-hari di kelas. Biasanya, usai kami belajar,
kami pergi jalan bersama ke pantai untuk menghilangkan penat dan menyegarkan
pikiran. Kehebohan pun kembali membising. Inilah kami. Berbeda-beda untuk
saling melengkapi satu sama lain. Terasa indah.
Indahnya kenangan itu,
membuatku seakan-akan tak ingin jauh dari mereka. Tak ingin Aku berpisah dengan
mereka. Tapi apalah daya. Waktu nampaknya memang telah berbicara. Aku memang
harus berpisah dengan mereka demi melanjutkan pendidikan. Aku, harus meninggalkan
kampung halamanku untuk menempuh pendidikan di universitas yang berada di
Yogyakarta. Imam, juga harus meninggalkan tanah kelahirannya untuk kuliah di
universitas yang terletak di Kota Surabaya. Ani, adalah satu-satunya sahabatku
yang melanjutkan pendidikan di universitas yang ada di daerah kota kelahirannya
sendiri, yaitu di daerah Sumenep. Seandainya Aku bisa memilih, Aku ingin
melanjutkan pendidikan dengan tetap bersama dengan mereka. Kebiasaan yang
sering Aku jalani dengan mereka membuat Aku ragu untuk menjalin keakraban yang
baru dengan teman-teman di Kota Perantauan in. Keakrabanku dengan kedua
sahabatku membuat Aku sudah merasa lengkap dengan kehadiran mereka yang selalu
membuat hidupkun jadi berwarna. Tak rela rasanya jika Aku harus berpisah dengan
mereka. Namun, Aku tak bisa apa-apa. Mungkin ini adalah takdir dari Sang Kuasa.
Mau tidak mau, Aku tetap harus menerima kenyataan itu. Aku harus tetap pergi ke
Kota Perantauan itu dengan tekad hati bahwa Aku akan kembali dengan kesuksesan
dan bisa kembali berkumpul bersama orang-orang yang Aku sayangi itu.
Selama Aku tinggal di Kota
Yogyakarta ini, Aku tetap selalu mencoba menghubungi mereka demi tetap
terjalinnya rasa persahabatan kami. Meskipun kadang mereka sibuk dengan urusan
masing-masing, begitu pun Aku, namun tetap kami sempatkan walau hanya berkomunikasi
lewat satu atau dua sms, atau bahkan jika kami saling merindukan suara kami,
kami sempatkan untuk berbicara via handphone walau hanya satu menit. Itu sudah
terasa cukup buat Aku. Aku mengerti, kami sudah memiliki dunia masing-masing.
Dunia baru yang mungkin lebih menyenangkan. Namun, selebih menyenangkan apa pun
itu, persahabatanku yang lama tak akan pernah terlupakan meskipun mungkin Aku
sudah memiliki teman yang baru di sini. Pernah suatu ketika, dimana saat itu
Aku dan kedua sahabatku itu tak pernah ada komunikasi sama sekali. Aku pun juga
enggan menghubungi mereka. Aku kira, mereka pasti sudah melupakan Aku.. FB,
hanyalah satu-satunya social media yang Aku gunakan untuk melepaskan rasa
rinduku pada mereka. Ku pandangi foto-foto mereka di profil mereka
masing-masing. Aku senang melihat mereka bergelut senyum dan tawa dalam
foto-foto mereka. Betapa rindunya Aku pada mereka.
Tak henti-hentinya Aku
sering melihat kabar terbaru mereka lewat profil FB mereka. Hingga suatu
ketika, saat Aku sedang online, sahabatku, Imam, dia juga online. Senang
rasanya saat Aku tau bahwa dia juga sedang online. Tanpa Aku sadari, ternyata
dia sedang berkomentar pada foto profil baruku bersama teman-teman baruku di
Yogyakarta. Imam menulis, “ Sahabatku, Aku senang melihat kamu sudah bahagia
dengan teman-teman barumu di sana. Maafkan Aku jika selama ini Aku dan Ani
tidak bisa membuatmu tersenyum seceria sekarang ini. Kamu belajar yang rajin yah, kuliah yang bener, semoga nanti kita bisa bertemu kembali dengan keadaan kita
yang sudah sama-sama sukses..Aamiin..”. Rasa haru yang menggeluti hati ini saat
Aku membaca komentar Imam. Tak terasa, air mataku menetes membasahi laptop yang
sedang Aku pakai untuk online. Sedih, tapi bahagia. Selama ini Aku salah. Aku
pikir, mereka tak pernah peduli, tak pernah memikirkan Aku setelah kami
berpisah. Ternyata malah sebaliknya. Aku
sadar, tiga tahun persahabatan yang Aku jalani bersama mereka, memang sangat
erat dan sulit untuk dilupakan. Nasihat Imam pun juga menyadarkan Aku untuk
terus tetap tekun belajar, semAngat kuliah, agar Aku bisa meraih kesuksesan
kelak.
Untuk yang terakhir,
teruntuk sahabatku, Ani dan Imam : “ Sesenang apa pun Aku di Kota Perantauan
ini, sebahagia apa pun Aku hidup bersama teman-teman baruku di sini, itu semua
tak Akan membuat Aku melupakan kalian. Sudah banyak kenangan yang kita rajut
menjadi sebuah cerita yang indah. Kalian selalu membuatku ceria. Aku senang
memiliki sahabat seperti kalian. Seandainya kalian bisa membaca tulisanku ini,
Aku ingin mengatakan bahwa Aku sangat merindukan kalian L “
Saya adalahs alah seorang pengagum mbak Sulfi. Saya kuliah di Ekonomi UP45. Saya sering mengamati kegaitan mbak Sulfi. Pantas kalau mbak Sulfi itu mahasiswa teladan. Proficiat ya.
BalasHapusWaah,,yang mana yaa???semester berapa ya?
HapusKog saya di amati?
Kan saya bukan bahan pengamatan,,
hehhee,,,,,