Minggu, 23 November 2014

Dasar Perpajakan



Sulfi Amalia
Fakultas Hukum
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
“Orang Bijak, Bayar Pajak”. Itulah slogan yang sering kita lihat di setiap pinggir jalan kota-kota besar di luar sana. Sebagai warga negara Indonesia yang baik, sudah menjadi kewajiban bagi kita yang merasa mampu untuk membayar pajak.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara yang pemungutannya berdasarkan pada Undang-Undang. Dari pembayaran pajak tersebut, rakyat tidak akan mendapatkan kontraprestasi. Artinya, rakyat tidak mendapatkan balas jasa atau timbal balik dari iuran yang dibayarkannya itu. Hanya saja, pada akhirnya manfaat dari pembayaran tersebut akan dirasakan sendiri oleh rakyat walaupun tidak dapat dirasakan secara langsung.
Pada jaman sekarang, hal membayar pajak memang bukanlah menjadi sesuatu yang merugikan lagi bagi masyarakat. Hal ini disebabkan karena kontribusi pajak sangat berperan dalam kegiatan pembangunan. Setiap fasilitas umum yang digunakan adalah berkat iuran yang sifatnya memang setengah memaksa yang dibayarkan masyarakat kepada negara.
Di negara kita, pajak telah dikelola secara khusus oleh Direktorat Jendral Pajak yang berada di bawah naungan Departemen Keuangan. Ketentuan-ketentuan mengenai pajak diatur dalam Undang-Undang Perpajakan yang berlandaskan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang di dalamnya juga tertuang ketentuan-ketentuan yan menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan merupakan peran serta rakyat dalam praktik kenegaraan.
Oleh sebab itu, kita sebagai warga negara hendaknya perlu mengetahui perpajakan yang berlaku di Indonesia sebagai dasar dalam kehidupan bernegara, pengelompokan pajak secara umum, serta tata cara pemungutan pajak yang berlaku.

Sabtu, 15 November 2014

Pasal 27 ayat (3) UUITE


Sulfi Amalia
Fakultas Hukum
Universitas Proklamsi 45 Yogyakarta
Salah satu yang dapat dianggap kemenangan kecil adalah masuknya Pasal 27 ayat (3) UU ITE kedalam delik aduan, namun yang harus catatan penting dan harus dicermati dengan baik adalah pernyataan bahwa Pasal 27 ayat (3) UU ITE hanya ada dalam pertimbangan hukum MK dan bukan masuk kedalam amar putusan atau dalam kesimpulan dari Putusan MK tersebut. Sangat mungkin terjadi apabila aparat penegak hukum malah mengabaikan pertimbangan hukum dari MK tersebut dan mengikuti pandangan dari Dr. Mudzakkir, SH, MH, Ahli pemerintah, yang menyatakan bahwa kategorisasi delik reputasi dalam Pasal 27 ayat (3) mengikuti jenis delik reputasi dalam KUHP yang akan didakwakan.
Ada fakta yang menarik tentang bagaimana MK memberikan definisi yang berbeda tentang “dengan sengaja” dan “tanpa hak” pada Putusan No 50/PUU-VI/2008 dan Putusan No 2/PUU-VII/2009. Dalam Putusan No 50/PUU-VI/2008, MK menyatakan (garis tebal oleh penulis):
“Bahwa unsur dengan sengaja dan tanpa hak merupakan satu kesatuan yang dalam tataran penerapan hukum harus dapat dibuktikan oleh penegak hukum. Unsur “dengan sengaja” dan “tanpa hak” berarti pelaku “menghendaki” dan “mengetahui” secara sadar bahwa tindakannya dilakukan tanpa hak. Dengan kata lain, pelaku secara sadar menghendaki dan mengetahui bahwa perbuatan “mendistribusikan” dan/atau “mentransmisikan” dan/atau “membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik” adalah memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Adapun unsur tanpa hak merupakan unsur melawan hukum. Pencantuman unsur tanpa hak dimaksudkan untuk mencegah orang melakukan perbuatan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”
Sementara dalam Putusan Perkara No 2/PUU-VII/2009, MK menyatakan bahwa unsur sengaja berarti pelaku menghendaki dan mengetahui perbuatan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan mengetahui bahwa informasi dan/atau dokumentasi elektronik tersebut memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, sedangkan unsur tanpa hak merupakan unsur melawan hukum.
Unsur tanpa hak dimaksudkan untuk menghindarkan orang yang melakukan perbuatan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan mengetahui bahwa informasi dan/atau dokumen elektronik tersebut memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik berdasarkan hukum dapat dipidana.




Minggu, 02 November 2014

Identifikasi Hukum tentang SMS Penipuan

Sulfi Amalia
Fakultas Hukum
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Semakin canggih teknologi maka semakin canggih pula pemikiran manusia. Kecanggihan tersebut tentu tak hanya berdampak positif saja, melainkan banyak juga dampak negatifnya. Hal yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari dengan semakin canggihnya teknologi tersebut, salah satunya yaitu tentang kasus penipuan. Kasus penipuan yang sering terjadi dan mudah ditemukan dalam masyarakat misalnya penipuan dalam sms.
Tak jarang handphone kita mendapatkan sms dari nomor tak dikenal yang memberitahukan sesuatu yang jelas-jelas tidak benar adanya. Dapat kita lihat beberapa contoh SMS penipuan sebagai berikut :
1.    Pengirim : 082326255507
Isi SMS : Selamat!!  anda Mendpt hadiah Rp. 75 juta. Dari TELKOMSEL point "Edisi september" Hub kntr pusat : 082375271777 (Ir. Dwi Hartanto)
2.    Pengirim : 082327645648
Isi SMS : Slmt!! No anda Mendpt hadiah Rp. 75 juta. dari TELKOMSEL poin. Diundi tadi mlm Pukul 23:30.wi Di RCTI.Info Hub : 085377177138.IR. SERIANTO. Pengirim : *777
3.    Pengirim : 085222181190
Surat Keputusan PT. MKIOS No.XI/01/2014. Menyatakan No. Anda mendapat hadiah Rp.
35 Juta. Dengan kode PIN: 25a7ih8f. Untuk info kunjungi:
Beberapa contoh SMS di atas adalah aksi penipuan yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Aksi penipuan tersebut dilakukan oleh pelaku dengan mengatasnamakan merek perusahaan tertentu untuk menipu korbannya. Biasanya, aksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
1.    Nomor penipu tersebut biasanya dihubungi oleh korban
2.    Penipu memanfaatkan kesempatan
3.    Penipu meminta uang membayar sejumlah uang dengan alasan pajak hadiah dan sebagainya.
Akhir-akhir ini, aksi penipuan yang dilakukan dengan mengirimkan alamat website yang sudah dimodifikasi pelaku, sehingga sangat mirip dengan website aslinya, sehingga korban terperdaya oleh tampilan tersebut.
Jika kita tinjau lebih dalam lagi, maka halaman website yang dikirim dapat ditandai dengan domain penyedia jasa web atau blog yang pada umumnya gratis seperti .webs.com, .blogspot.com, .wordpress.com, dan sebagainya.
Berikut di bawah ini pasal-pasal yang berhubungan dengan SMS penipuan tersebut.
a.    Pasal 35 Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu; memanipulasi informasi, dengan ancaman sanksi 12 tahun penjara dan denda 12 Miliah Rupiah.
b.    Pasal 90 Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek dengan ancaman sanksi 5 Tahun penjara dan denda 1 Miliar Rupiah untuk pendaftaran nama domain internet atas merek terkenal.
c.    Pasal 22 Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dengan ancaman sanksi 6 bulan penjara dan denda 600 juta rupiah
d.   Pasal 378 KUH Pidana tentang penipuan dengan ancaman penjara maksimal 4 tahun.

Berdasarkan konsep perbuatan yang dilarang yang dapat dikenakan kepada pelaku penipuan sesungguhnya sudah memiliki sanksi yang berat. Namun realitanya, penipuan dengan menggunakan media telekomunikasi melalui SMS masih marak terjadi, sehingga seolah-olah saksi pidana tidak membuat efek jera.

Wikipedia

Hasil penelusuran