
Selayaknya kehidupan di
dunia ini, pasti ada suka dan duka. Begitu pun dengan saya ketika saya
menjalani kegiatan IAYP ini, butuh perjuangan yang maksimal meskipun hambatan
melanda. Teringat akan pengalaman saya saat sedang cuti melakukan IAYP karena
pulang kampung. Setelah satu pekan kami melepas rasa rindu pada keluarga di
Madura, seorang leader sekaligus koordinator IAYP di kampus, Ibu Arundati
Shinta, menyarankan kami untuk segera kembali ke Yogyakarta agar kegiatan
spesialisasi pelayanan masyarakat bisa segera dilakukan kembali tanpa harus
cuti. Saat itu pula, saya begitu dilema. Di satu sisi, teman-teman tidak setuju
jika kami harus kembali minggu itu juga. Disisi lain, saya mengerti bahwa Ibu
Shinta menyarankan seperti itu karena untuk kebaikan kami juga. Ibu Shinta
menginginkan kami agar cepat selesai perunggu dan segera melanjutkan ke tahap
perak. Ketika itu, saya benar-benar bingung. Setelah lama berpikir, saya
memutuskan untuk kembali sendirian ke Yogyakarta minggu itu juga. Meskipun saya
tahu orang tua saya tidak mengijinkan, saya tetap akan berusaha untuk terus
membujuk orang tua saya. Jujur, sebenarnya saya belum pernah pergi ke luar kota
seorang diri, dan itu membuat saya merasa ketakutan ketika saya harus pergi
sendiri. Namun, rasa ketakutan itu hilang saat saya memutuskan dengan tekad
bahwa saya harus kembali ke Yogyakarta dengan segera.
Dua hari setelah Ibu Shinta
memberi saran untuk segera kembali ke Yogyakarta, ternyata beliau mengabarkan
lagi pada saya bahwa saya boleh tetap berada di Madura dalam waktu yang masih
lama lagi dengan syarat saya tetap melakukan kegiatan olahraga dan membuat
surat cuti untuk kegiatan pelayanan masyarakat. Ini adalah kabar yang
benar-benar membuat hati saya tenang dan senang. Saat itu pula, saya segera
membuat surat cuti karena rentan waktu yang diberikan oleh Ibu Shinta hanyalah
dua hari untuk batas pengumpulan surat cuti. Waktu itu, saya benar-benar merasa
seperti sapi yang sedang dikerap. Saya harus bergerak cepat, pontang panting,
dan jalan jauh ke kampung lain, hanya untuk mendapatkan sinyal wifi agar bisa
terkoneksi dengan internet. Keadaan saya yang sedang tidak memiliki uang
sepeser pun tidak memungkinkan saya untuk pergi ke warnet. Jadi, mau tidak mau
saya harus berjuang demikian. Menurut saya, itu adalah pengalaman yang luar
biasa. Meskipun hambatan demi hambatan dialami oleh saya, saya tetap mencoba
untuk bisa melewati semua permasalahan itu. Walaupun saya tidak punya uang
sepeser pun, ternyata tidak akan membuat saya menjadi mundur untuk tetap maju
melanjutkan kegiatan IAYP. Inilah semangat perjuangan yang sering kali saya
dapatkan selama mengikuti kegiatan IAYP ini. Ibu Shinta selalu memberikan saya
semangat dan motivasi hidup untuk terus berjuang meraih cita-cita. Buat saya,
itu sungguh luar biasa J.
Saya masih SMA di Sulawesi Tenggara. Boleh saya ikut IAYP? Umur saya 18 tahun. Mbak Sulfi cerita dong lebih banyak tentang IAYP.
BalasHapusWah,saya senang sekali adek bisa tertarik dg IAYP..
HapusIAYP itu merupakan suatu pendidikan karakter dek,,
Jadi kita di didik untuk bisa memiliki karakter yang unggul.
Boleh kita berkomnikasi lewat telp gg dek?
Adek sudah kelas berapa?
Ada minat untuk masuk di kampus kami tidak?
Mbak sulfi apakah berkenan mengontak saya? Saya hendak bertanya ttg IAYP 085731087179 terimakasih
BalasHapus