Rabu, 07 Mei 2014

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

Sulfi Amalia
Fakultas Hukum
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Tanpa kita sadari bahwa ternyata pengelolaan sumber daya alam yang dilaksanakan selama Orde Baru berlangsung, lebih didasarkan kepada kepentingan kebutuhan investasi dalam rangka pemulihan kondisi ekonomi pada awal-awal pemerintahan Orde Baru ( pasca 1966 ). Sumber daya alam seperti hutan, tambang, serta sumber daya air dan mineral, selama ini dipandang serta dipahami dalam konteks economic sense dan belum dipahami sebagai ecological dan sustainable sense. Pengelolaan sumber daya tersebut secara tidak baik dapat membuat kita lupa akan pemikiran untuk memperhitungkan dan mempertimbangkan keterbatasan daya dukung dan kerentanan dari sumber daya alam tersebut. Pengabaian aspek daya dukung seperti ekosistem dan perlindungan terhadap sumber daya alam ini mengakibatkan kerusakan yang luar biasa. Salah satu contoh kerusakan yang ditimbulkan misalnya seperti yang ada dalam buku panduan Bapak Sigit Wibowo, S.H., M.Hum yang berjudul “Reformasi Hukum dan Kebijakan di Bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam“, yaitu tentang meningkatnya laju kerusakan hutan Indonesia yang berkisar 600.000 (enam ratus ribu) ha hingga 1,3 ( satu koma tiga ) juta ha per tahun (GOI dan ADB, 1994). Sebenarnya tak hanya dalam ruang lingkup perhutanan saja, namun dalam ruang lingkup pertambangan pun juga sering kali timbul permasalahan. Dalam sektor pertambangan, masalah lingkungan dan sosial juga cenderung diabaikan. Biasanya, masalah yang sering ditimbulkan yaitu berkecimbung pada masalah pencemaran yang ditimbulkan akibat dari penggunaan berbagai bahan kimia berbahaya, seperti merkuri. Penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan pertambangan terkadang juga mengakibatkan terjadinya permasalahan-permasalahan yang besar. Oleh karena itu, aturan perundangan-undangan yang mengatur kebijaksanaan atau kebijakan pengelolaan sumber daya ini sangat diperlukan demi terciptanya keseimbangan lingkungan.
Dalam kegiatan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta, khususnya dalam mata kuliah Hukum Pemberdayaan Sumber Daya yang dibimbing oleh Bapak Sigit Wibowo, S.H., M.Hum, telah dijelaskan tentang kebijaksanaan atau kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam. Sumber atau muara dari kebijaksanaan tentang pengelolaan tentang sumber daya alam di Indonesia adalah Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat “. Jika kita meninjau dan memahami kembali rumusan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 beserta penjelasannya, batasan-batasan dan tugas negara dalam menguasai bumi, air dan kekayaan alam belumlah jelas. Sedangkan tujuan untuk kemakmuran rakyat yang harus dijabarkan dalam produk hukum yang lebih operasional belum dilakukan secara maksimal. Dalam realita kehidupan terlihat bahwa berbagai kebijaksanaan pemerintah hanya menguntungkan segelintir pengusaha dalam mengeksploitasi sumber daya dan tidak diperuntukkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Seiring berjalannya waktu, dengan fenomena memprihatinkan tersebut, akhirnya berbagai kebijakan-kebijakan mengenai hal itu mulai diperhatikan dan sangat perlu untuk dilaksanakan.
Dalam modul yang diberikan oleh Bapak Sigit Wibowo, S.H., M.Hum, disebutkan bahwa dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan pengelolaan sumber daya alam di Indonesia diperlukan tindak lanjut sebagai berikut.

1.    Perencanaan pendayagunaan/pengelolaan sumber daya alam yang memprihatinkan daya dukung ekosistem dan ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
2.    Langkah-langkah nyata tentang aktualisasi prinsip “kemanfaatan masa kini dan jaminan kehidupan masa depan (intergenerational equity)”, dan
3.    Strategi pengelolaan sumber daya alam yang bersifat terbarukan (renewable) dan tidak terbarukan (unrenewable).
Ketiga poin diatas dilakukan untuk mempercepat pengintegrasian agenda keberlanjutan dan daya dukung ekosistem ke dalam praktik kehidupan kenegaraan kita. Untuk mencapai semua itu, idealnya upaya pembaruan harus dimulai dari pembaruan konstitusi kita yang kemudian dijadikan dasar bagi pengembangan kebijaksanaan pengelolaan sumber daya alam. Akan tetapi, pengakuan secara normatif dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan lainnya tentang bagaimana seharusnya sumber daya tersebut dikelola tidaklah cukup. Upaya mendorong terciptanya pemerintahan yang baik (good governance) harus secara terus-menerus dilakukan untuk penumbuhan situasi dimana checks and balances terjadi di antara elemen-elemen bangsa. Betapa pun baik serta sempurnanya pengakuan aspek keberlanjutan dan perlindungan daya dukung lingkungan dalam suatu konstitusi dan atau peraturan perundang-undangan, akan sulit dilaksanakan dalam kondisi pemerintahan yang buruk (bad governance).

Rujukan :

Modul yang diberikan oleh Bapak Sigit Wibowo, S.H., M.Hum, Dosen Hukum Pemberdayaan Sumber Daya di Fakultas Hukum Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta dengan judul modulnya yaitu “Reformasi Hukum dan Kebijakan di Bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam“

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Wikipedia

Hasil penelusuran