Tampilkan postingan dengan label Pajak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pajak. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 28 Maret 2015

Penerimaan Pajak dan Tax Reform




Sulfi Amalia
Fakultas Hukum
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Penerimaan dalam negeri mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis, roda pemerintahan dan pembangunan tidak dapat bergerak tanpa didukung oleh dana, terutama yang berasal dari dalam negeri. Salah satu sumber pendapatan negara yang berasal dari dalam negeri adalah penerimaan pajak.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 ayat 2, disebutkan bahwa “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang”. Undang-Undang Perpajakan adalah Undang-Undang yang mengatur hak dan kewajiban para Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Kita tahu bahwa pemerintah dari tahun ke tahun membutuhkan dana yang makin meningkat. Andalan sumber penerimaan negara yang selama ini terletak pada sumber-sumber alam seperti minyak bumi dan gas alam, ternyata tidak dapat dipertahankan lagi. Hal ini disebabkan karena harga minyak bumi dan gas alam sangat dipengaruhi oleh keadaan pasar internasional. Sementara itu, dalam jangka panjang, sumber-sumber daya alam tersebut akan semakin berkurang dan habis.
Menyadari hal ini, maka pada akhir tahun 1983, pemerintah Republik Indonesia mulai mengadakan Tax Reform. Tax Reform suatu pembaharuan / perombakan yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam bidang perpajakna yang dimulai pada tahun 1983, dilannjutkan pada tahun 1994 – 2000 hingga tahu 2008 (Pidato Kenegaraan dalam Besri, I, 2011). Adapun tujuan dari Tax Reform adalah Untuk meningkatkan kemandirian bangsa dalam rangka ikut membiayai pembangunan sehingga tidak bergantung pada minyak bumi dan gas.

Referensi :
http://ibelboyz.wordpress.com/2011/06/22/makalah-hukum-pajak/

Melalaikan Pajak




Sulfi Amalia
Fakultas Hukum UP45
Maksud dari melalaikan pajak yaitu menolak membayar yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas yang harus dipenuhi olehnya. Adapun hal yang paling banyak dialkukan adalah dengan berusaha menggagalkan pemungutan pajak. Contoh yang pernah terjadi, misalnya dengan menghalang-halangi penyitaan dengan cara melenyapkan barang-barang yang sekiranya akan dapat disita oleh fiskus. Cara yang paling spesifik adalah dengan jalan mengganti suatu perusahaan pribadi menjadi suatu perseroan, atau menjual barang-barang yang dapat disita maupun memindah-tangankan atas nama istri atau nama orang lain bukan karena keharusan.
Selain cara-cara di atas, masih ada cara lain yang bisa dilakukan untuk menggagalkan pemungutan pajak. Misalnya, dengan cara mengajukan sanggahan kepada Pengadilan Negeri terhadap perintah/cara penyitaan atau dengan melancarkan surat-surat berisi protes atau keberatan-keberatan lainnya.
Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Guru Besar Hukum Pajak di Universitas Leyden, Prof. Mr. H. J. Hofstra, beliau menambahkan pada penghindaran diri dari pajak, suatu gejala yang terkenal dengan nama Uberwalzung atau Afwenteling (pelimpahan).
Dalam pelimpahan ini, yang dituju oleh pembuat Undang-Undang adalah semata-mata untuk dilaksanakan dalam pajak tidak langsung saja, tidak demikian halnya dengan pajak langsung. Sama sekali tidak dibenarkan apabila subjek pajak langsung melimpahan beban pajaknya kepada pihak lain karena ia sendirilah yang merupakan “destinaris”.
Hal lain yang merupakan gejala perlawanan terhadap pajak yaitu kompensasi pajak secara negatif. Seseorang yang terkait dengan hal ini akan melempar jauh-jauh kebiasaan baiknya untuk melakukan pekerjaan sampingan agar mendapatkan penghasilan-penghasilan tambahan.
Dengan adanya kompensasi pajak secara negatif, maka hal itu harus disinyalir juga dengan nama “kompensasi pajak secara positif”. Hal ini dimaksudkan agar wajib pajak merasa terkena pajak yang berat justru meningkatkan prestasi dalam usahanya, agar tidak terasakan lagi beban yang semakin memberatinya.
Penghindaran diri dari yuridis tidak menyebabkan seseorang tergolong melanggar ketentuan – ketentuan dalam undang – undang. Namun, secara ilmiah alasan mengapa ia melakukan penghindaran memang dapat di pertanggung jawabkan , di pergunakanlah segala kemungkinan yang dapat membantunya untuk meloloskan dirinya dari peraturan –peraturan yang telah di tetapkan oleh pembuat Undang – Undang Pajak.

Jumat, 09 Januari 2015

Kepatuhan Pajak



Sulfi Amalia
Fakultas Hukum
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Setiap orang di negara ini pasti akan mengatakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) lah yang paling bertanggung jawab terhadap kepatuhan pembayar pajak. Kepatuhan masyarakat untuk mendaftarkan diri mendapatkan NPWP/PKP, kepatuhan pembayaran, dan pelaporan sampai ke substansi kebenaran pembayaran yang sudah dilaporkan oleh Wajib Pajak.
Dan memang benar perundang-undangan perpajakan sebagai bagian dari produk hukum administrasi yang memiliki aturan untuk memberikan sanksi kepada siapa saja yang melanggar pasal-pasal yang ada di dalam ketentuan tersebut atau biasa disebut administrative penal law, telah memberikan kewenangan kepada DJP untuk menetapkan NPWP/PKP secara jabatan, menerbitkan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak serta pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan pajak.
Penegakan hukum di bidang perpajakan yang dilakukan meliputi penegakan hukum administratif dan penegakan hukum pidana. Karena perundang-undangan perpajakan memuat dua sanksi, yaitu sanksi administratif berupa denda dan bunga, serta sanksi pidana.
Pemimpin tertinggi negara ini menjadi penanggung jawab terbesar bagi terwujudnya perekonomian nasional yang mandiri, sehingga perlu penguatan komitmen bagi seluruh instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain untuk memberikan keterangan/bukti dan data/informasi kepada DJP. Hal ini juga dalam rangka memaknai bentuk kerja, kerja, dan kerja bagi semua pihak, dengan terkoordinasinya semua bentuk kerja setiap pihak akan memberikan dampak yang luar biasa bagi peningkatan perekonomian nasional.
Pada akhirnya, DJP dengan sumber daya manusia yang terbatas sekarang ini dapat memanfaatkan keterangan/bukti dan data/informasi tersebut untuk menguji kepatuhan pembayar pajak, dengan harapan penerimaan perpajakan dapat terpenuhi atau malah terlampaui, sehingga pengeluaran atau belanja negara tidak perlu lagi ditutup dengan utang negara.
Untuk itulah seharusnya setiap penetapan pejabat publik, tidak hanya didasarkan pertimbangan keterlibatan korupsi semata, tetapi seberapa besar kesadaran para calon pejabat publik terhadap pembayaran pajak mereka, karena dipundak mereka lah beban belanja negara yang sebagian besar bersumber dari pajak akan dipertaruhkan.
Bagi Wajib Pajak yang tingkat kepatuhuan pemenuhan kewajiban perpajakan tinggi, tentu tidak perlu khawatir, karena seluruh manfaat dari pemenuhan kewajiban perpajakan akan kembali juga kepada Wajib Pajak sebagai bentuk perwujudan sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Sabtu, 27 Desember 2014

Peranan Pajak dalam Dunia Pendidikan




Sulfi Amalia
Fakultas Hukum
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Pajak mempunyai sifat yang dapat dipaksakan ini artinya, jika wajib pajak tidak membayar pajak seperti yang ditetapkan oleh Undang-undang, wajib pajak dapat dikenakan sanksi atau hukuman, baik denda atau penjara. Kontraprestasi untuk pajak, wajib pajak tidak dapat balas jasa berupa barang, atau uang tertentu. Namun, wajib pajak akan memperoleh manfaatnya secara tidak langsung. Misalnya pembangunan jalan, sarana pendidikan, dan kesehatan.
Jika dilihat dari manfaat dan fungsi utama pajak, pendidikan merupakan lembaga pemerintah yang membutuhkan anggaran atau dana yang cukup besar untuk memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan yang ada di dalamnya. Sarana di dalam suatu sekolah misalnya yang menjadi tugas atau tanggungan pemerintah untuk melengkapi semua kebutuhan itu.
Selain itu penggunaan uang pajak dapat dilakukan untuk pembayaran gaji pegawai negeri sipil seperti guru yang fungsinya tentu saja untuk kelangsungan pendidikan di Indonesia. Adanya program-program pemerintah seperti wajib belajar sembilan tahun atau bantuan operasional sekolah (BOS) juga merupakan bagian dari program pemerintah untuk membiayai semua anggaran tersebut.
Dapatkah keberhasilan pendidikan ditentukan oleh pajak dan dalam bentuk seperti apa? Jika sarana dan prasarana di dalam suatu sekolah sudah lengkap atau terpenuhi, dan jika semangat pengabdian guru dan semua komponen yang terkait dengan pendidikan sudah menjalankan fungsinya dengan baik, yang nantinya juga akan memperoleh suatu prestasi yang cukup membanggakan. Untuk hal ini pemerintah juga membutuhkan dana sebagai uang pembinaan atay beasiswa bagi siswa yang berprestasi.
Kebutuhan pajak sebagai sarana pendidikan terus meningkat sehingga pemerintah juga terus berupaya untuk mengenalkan pajak dari berbagai sektor. Hal ini dilakukan tentu saja untuk meningkatkan wawasan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya pajak dalam dunia pendidikan.

Wikipedia

Hasil penelusuran