Tampilkan postingan dengan label Resensi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Resensi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 24 Juni 2015

RESENSI BUKU (2)


                                                                    
Judul Buku                : Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional

Penulis                        : Dr. Bayu Seto Hardjowahono, S.H., LL.M

Penerbit                     : PT. Citra Aditya Bakti

Jumlah Halaman       : i –xxiv ; 1 –308

Bab yang Diresensi  : Bab 1 → Pengertian, Pola Berpikir Yuridik, dan Masalah-Masalah

Pokok Hukum Perdata Internasional

Buku yang ditulis oleh Dr. Bayu Seto Hardjowahono ini merupakan buku edisi kelima. Dalam Buku edisi lima ini, lebih terpusat pada penambahan sebuah bab baru tentang Sejarah Perkembangan HPI di Indonesia, yang merupakan isi dari Bab III dari buku ini. Penambahan bab tersebut dikarenakan adanya alasan bahwa pembaca dirasa perlu menyadari bahwa dalam lintas historis, HPI di Indonesia berkembang melalui episode-episode yang khas, khususnya pada masa prakemerdekaan.

Buku ini cukup membantu para mahasiswa dalam memberi pemahaman alementer terhadap bidang hukum perdata internasional yang dikenal “angker”karena kerumitan metode dan pola berpkirnya.

Dalam Bab I dari buku ini, telah dibahas bagaimana pengertian dari hukum perdata internasional, yang di dalamnya banyak pendapat-pendapat para ilmuwan. Kemudian, dalam bab ini juga dibahasa mengenai pola berpikir yuridik, serta masalah-masalah pokok Hukum Perdata Internasional.

Berbicara soal pola berpikir yuridik dari Hukum Perdata Internasional, penulis resensi akan menjelaskan sedikit tentang hal tersebut berdasarkan isi buku yang telah dibaca. Dalam buku ini, dituliskan ada empat langkah pola berpikir Hukum Perdata Internasional, yaitu : Langkah 1 ) Hakim/forum menghadapi persoalan/perkara hukum yang berupa sekumpulan fakta hukum yang mengandung unsur-unsur asing (foreign elements). Adanya unsur-unsur asing mengharuskan forum untuk menentukan apakah perkara tersebut mengandung persoalan HPI beserta segala konsekuensinya; Langkah 2) Penentuan ada/tidaknya kompetensi/kewenangan yurisdiksional forum untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang bersangkutan; Langkah 3) Menentukan sistem hukum intern negara mana/apa yang yang harus diberlakukan untuk menyelesaikan perkara/menjawab persoalan hukum yang mengandung unsur-unsur asing itu (menentukan lex causae bagi perkara yang bersangkutan); Langkah 4) Menyelesaikan perkara dengan menggunakan/memberlakukan kaidah-kaidah hukum intern dari lex causae.

Dijelaskan pula kemudian, mengenai masalah-masalah pokok HPI. Berdasarkan buku ini, ada tiga hal yang menjadi masalah pokok HPI, yaitu : 1) Hakim atau Badan Peradilan Manakah yang Berwenang Menyelesaikan Perkara-Perkara Hukum yang mengandung Unsur Asing; 2) Hukum Manakah yang Harus Diberlakukan untuk Mengatur dan/atau Menyelesaikan Persoalan-Persoalan Hukum yang Mengadung Unsur Asing; 3) Bilamana/Sejauh Mana Suatu Pengadilan harus Memerhatikan dan Mengakui Putusan-Putusan Hakim Asing atau Mengakui Hak-Hak yang Terbit Berdasarkan Hukum atau Putusan Pengadilan Asing.

Setelah mengetahui isi dari bab 1 buku ini yang membahas tigal hal tadi, mengenai pengertian, pola berpikir yuridik, serta masalah-masalh pokok HPI, buku ini sangat cocok bagi pembaca yang masih pemula. Buku ini cocok untuk pembaca yang masih awam dengan pengetahuan tentang Hukum Perdata Internasional. Hal ini disebabkan karena dalam buku ini dijelaskan hal-hal yang mendasar dari Hukum Perdata Internasional. Hal itu pula lah yang menjadi kelebihan dari buku karya Dr. Bayu Seto Hardjowahono ini.

Hanya saja yang perlu diperhatikan oleh penulis buku ini, dalam penulisan isi dari bab per bab. Menurut penulis resensi, hendaknya hindari penulisan kata atau kalimat dengan ditambahkan garis bawah (underline). Hal tersebut bisa saja mengganggu penglihatan bagi orang-orang yang memiliki kekurangan dalam hal penglihatannya. Jadi, untuk tetap menjaga keindahan isi dari buku ini, hendaknya tidak menggunakan penulisan kata atau kalimat dengan bergaris bawah.

Semoga penulisan resensi buku ini bermanfaat bagi para pembaca. Segala hal yang tidak berkenan, penulis resensi menyampaikan permohonan maaf yang tiada batasnya.




Penulis Resensi,
Sulfi Amalia
Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Jumat, 19 Juni 2015

RESENSI BUKU (1)



Judul Buku                : Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern

Penulis                        : Dr. Johannes Ibrahim, S.H., M.Hum

Lindawaty Sewu, S.H., M.Hum

Penerbit                     : PT. Refika Aditama

Jumlah Halaman       : i –x ; 1 –242

Bab yang Diresensi  : Bab 4 → Perbandingan Hukum Perjanjian Antara Civil Law dan

Common Law

Buku yang ditulis oleh Dr. Johannes Ibrahim, S.H., M.Hum dan Lindawaty Sewu, S.H., M.Hum ini mengupas tiga persoalan, yaitu mengenai manusia, bisnis, dan hukum. Manusia dan bisnis adalah subjek dan objek dari studi hukum bisnis. Dalam buku ini, penulis menelusuri persoalan-persoalan dalam dimensi manusia dan bisnis, khususnya pelaku-pelaku bisnis modern yang harus melakukan kontrak-kontrak, baik yang berskala nasional maupun internasional. Hal tersebut berguna untuk mencapai berbagai kepentingan.

Berbicara soal kontrak-kontrak, tentu juga berkaitan dengan perjanjian yang disepakati. Sebelum membuat perjanjian, hendaknya diperhatikan aturan-aturan yang akan tertuang di dalamnya, sehingga pada saat perjanjian itu telah lahir, bisa diterima oleh semua pihak dan tidak ada yang menyimpangi hukum.

Dalam Bab 3 dari buku ini, salah satu yang dibahas juga adalah mengenai hukum perjanjian. Hukum perjanjian yang dibahas dalam bab ini merupakan hukum perjanjian yang berdasarkan Civil Law dan Common Law. Civil Law dan Common Law merupakan dua sistem hukum yang berbeda. Civil Law adalah sistem hukum Romawi Jerman yang dipakai di Indonesia. Sedangkan Common Law merupakan suatu unifikasi hukum kebiasaan yang pada tahun 1832 mengalami perkembangan dalam penegakan hukum yang dibuat atau perundang-undangan dan tidak hanya mengandalkan perkembangan yang bersifat tradisional.
Pembahasan mengenai perjanjian dalam bab ini cukup lengkap. Mulai dari hubungan perikatan dan perjanjian, yang di dalamnya dijelaskan pula mengenai perikatan dari sudut pandang Civil Law dan Common Law yang memiliki perbedaan diantara keduanya. Selain itu, dalam bab ini juga membahas tentang keabsahan perjanjian, asas-asas hukum perjanjian, dan akibat hukum perjanjian.
Mengingat kelengkapan pembahasan mengenai perjanjian yang dituangkan dalam bab ini, menjadikan buku ini cocok digunakan oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang memiliki pekerjaan atau urusan dalam bidang bisnis. Dengan buku ini, masyarakat bisa belajar bagaimana membuat perjanjian yang baik dan benar, agar tidak terjadi ketimpangan hak adan kewajiban diantara pihak-pihak yang mengikatkan diri dalam suatu perjanjian. Buku ini juga sangat bermanfaat bagi mahasiswa yang sedang belajar ilmu hukum. Namun tak hanya mahasiswa hukum yang bisa memanfaatkan buku ini, mahasiswa jurusan lain pun juga bisa memanfaatkan buku ini.

Kelebihan yang dimiliki oleh buku ini adalah menjelaskan materi bab per bab begitu detail, namun kekurangannya adalah terlalu banyak bahasa asing yang digunakan, sehingga bagi orang yang tidak mengerti dengan bahasa itu, maka akan membuat malas membacanya.

Di luar dari kekurangan tersebut, buku ini tetap memiliki kemasan cetakan yang menarik, dengan background cover “kartu remi”yang dalam kehidupan masyarakat pada umumnya sudah tidak asing lagi dan sering dimainkan oleh masyarakat. Dari background cover tersebut, membuat orang tertarik untuk melihat apa isi dari buku tersebut.

Sabtu, 28 Maret 2015

Merangkum Materi dalam Buku




Judul Buku                            : Pengantar Ilmu Hukum Pajak
Penulis                                    : R. Santoso Brotodihardjo, S.H.
Penerbit                                  : PT. Eresco
Tempat/TahunTerbit            : Bandung / 1993
Halaman yang dirangkum   : 38 sampai dengan 41

“ Rahasia Pajak ”
Sulfi Amalia
Fakultas Hukum
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Ada bermacam-macam makna dari kata “keharusan merahasiakan” dalam pajak. Keanekaan makna itu merupakan suatu hal yang wajar saja terjadi. Hal ini karena setiap orang pasti memiliki pemikiran dan pendapat yang berbeda-beda.
Untuk yang pertama, “keharusan merahasiakan” adalah untuk melindungi kepentingan wajib pajak. Bayangkan saja, si wajib pajak dengan rasa ketidakberatannya untuk membuka atau memperlihatkan kepada fiskus atas berkas-berkas pribadi maupun berkas-berkas perusahaan yang berkenaan dengan pajak, baik itu tentang buku-buku dan catatan-catatan lain yang bersifat rahasia. Oleh karena itu, kepercayaan yang telah diberikan kepada fiskus harusnya dapat dijaga oleh fiskus dan jangan dikhianati demi keamanan privasi berkas-berkas si wajib pajak.
Makna kedua, dengan “keharusan merahasiakan” muncul adanya perlindungan bagi fiskus itu sendiri. Perlindungan yang dimaksud adalah Fiskus selalu dapat menolak sekeras-kerasnya setiap permintaan dari pihak mana pun, baik itu swasta maupun instansi-instansi pemerintah negara. Hal ini berarti fiskus tidak perlu melayani pihak yang meminta tersebut guna menghindari terhambatnya tugas fiskus karena adanya permintaan dari pihak tersebut.
Hal yang tak kalah pentingnya adalah dengan adanya kenyataan bahwa fiskus dapat merahasiakan segala-galanya. Fiskus dapat merahasiakan apa yang telah dituturkan kepadanya dan atau yang telah dilihatnya mengenai diri dan perusahaan seluruh wajib pajak. Dengan demikian, kepercayaan rakyat kepada fiskus akan semakin mejadi tebal. Rakyat sudah tidak akan ragu-ragu lagi untuk memberikan atau menyerahkan informasi tentang segala data yang memang sifatnya sangat diperlukan untuk kepentingan penetapan pajaknya, dan tidak akan ada yang disembunyikan.
Selayaknya hukum yang ada di Indonesia, pelaksanaan dalam hukum perpajakan pun terdapat pengecualiannya. Berkaitan dengan “keharusan merahasiakan” tersebut, setiap pejabat fiskus diberikan pengecualian demi keharusan utnuk menjadi saksi dan apabila diperlukan guna kepentingan peradilan yang baik.
Contoh pengecualian di negara lain yang sudah pernah terjadi adalah di Australia. Auditor General, yang merupakan Badan Pemeriksa Keuangan dari negara Australia tersebut, memiliki wewenang untuk mengadakan pemeriksaan sampai kepada berkas-berkas individual para wajib pajak di Kantor-Kantor Inspeksi Pajak. Pengecualian yang semacam itu (lihat : the Audit Act of the commonwealth of Australia 1901-1973, Section 14C) didasarkan atas kenyataan bahwa :
1.      Juga Auditor General (beserta segenap pelaksana dalam seluruh aparaturnya) tugasnya adalah tertujukan kepada penyelenggaraan kepentingan umum karena harus mengawasi keuangan negara, yang bukan hanya menyangkut segi pengeluarannya saja;
2.      Auditor General juga terikat kepada “kewajiban merahasiakan” (semacam yang ada pada fiskus) seperti halnya juga dengan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Dari contoh di atas, dapat kita nyatakan bahwa tidak di semua negara dipakai kriteria yang sama oleh pemerintahnya masing-masing mengenai apa yang dianggap sebagai kepentingan umum. Padahal lebih dari pada itu, sebenarnya masih ada permasalahan-permasalahan lain yang lebih rumit lagi dalam penunaian tugas masing-masing karena perbedaan pendapat dalam interpretasi suatu peraturan.

Wikipedia

Hasil penelusuran