Sulfi Amalia
Fakultas Hukum
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 Alenia IV telah disebutkan bahwa tujuan dasar negara Republik Indonesia
yaitu “…untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial,…”. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka disusunlah
aturan-aturan hukum yang dikemas dalam suatu Undang-Undang Dasar 1945,
Pancasila, maupun peraturan perundang-undangan lainnya. Aturan-aturan tersebut
tidak hanya dalam bentuk aturan tertulis yang dikodifikasikan atau dibukukan
kemudian diundangkan dalam lembaran negara (staatblade),
namun juga ada aturan-aturan hukum yang sifatnya tidak tertulis, seperti adanya
hukum adat (adatrecht). Semua
aturan-aturan tersebut dibuat tak lain adalah untuk mewujudkan keamanan dan
kesejahteraan rakyat Indonesia. Dalam pembuatan aturan-aturan hukum tersebut, tentu juga akan memperhatikan hak
asasi setiap warga negara. Hal itu dapat diwujudkan melalui upaya penciptaan
suasana yang aman tentram, tertib, damai, dan sejahtera, baik lahir maupun
batin sebagai wujud hak setiap orang atas perlindungan agama, diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda.
Pemerintah Indonesia telah mencoba mewujudkan
keamanan demi kenyamanan warga negara, salah satunya adalah dengan mengerahkan
aparat keamanan negara untuk bertugas di wilayah Indonesia. Meskipun berbagai
upaya telah dilakukan, namun tak sepenuhnya upaya tersebut bisa menciptakan
kesejahteraan bagi warga negara. Masih banyak permasalahan-permasalahan yang
menimbulkan kerusuhan, keriuhan, dan kekacauan di negeri ini. Salah satu contoh
permasalahan yang kerap terjadi di negara kita yaitu perseteruan atau benturan
antarkelompok masyarakat yang dapat menimbulkan konflik sosial yang
mengakibatkan terganggunya stabilitas nasional dan terhambatnya pembangunan
nasional. Dulu, peraturan mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan penanganan konflik sosial masih bersifat parsial dan belum komprehensif
sesuai dengan dinamika dan kebutuhan hukum masyarakat. Sedangkan konflik sosial
yang terjadi di masyarakat kian marak. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan
mengingat pada Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28G ayat (1), dan
Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah
telah menetapkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik
Sosial.
Dalam Pasal 1 Bab I Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2012, dijelaskan bahwa Konflik Sosial, yang selanjutnya disebut
Konflik, adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua
kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan
beradampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial
sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional. Konflik
sosial yang terjadi dalam masyarakat tentu diperlukan adanya penanganan,
pencegahan, dan penghentian konflik. Hal ini dilakukan untuk mencegah
bertambahnya jumlah korban dan kerugian harta benda yang diderita oleh
masyarakat akibat adanya konflik sosial tersebut. Ada penyakit pasti ada pula
obatnya. Setiap permasalahan pasti ada jalan keluarnya. Seperti halnya dalam
menangani konflik sosial yang terjadi di masyarakat. Pasti ada cara-cara yang
bisa dilakukan untuk menghentikan konflik tersebut.
Cara-cara penghentian konflik telah
diatur dalam Pasal 12 Bab IV Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012. Menurut pasal
tersebut, penghentian konflik dilakukan melalui 4 cara, yaitu (a) penghentian
kekerasan fisik; (b) penetapan Status Keadaan Konflik; (c) tindakan darurat
penyelamatan dan perlindungan korban; dan/atau (d) bantuan penggunaan dan
pengerahan kekuatan TNI. Penghentian kekrasan fisik dikoordinasikan dan
dikendalikan oleh Polri dengan melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama,
dan/atau tokoh adat yang mana penghentian kekerasan tersebut dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk Status Keadaan Konflik,
ditetapkan apabila konflik tidak dapat dikendalikan oleh Polri dan terganggunya
fungsi pemerintahan. Sedangkan tindakan darurat penyelamatan dan perlindungan
korban dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan tugas,
tanggung jawab, dan wewenangnya. Mengenai bantuan penggunaan dan pengerahan
kekuatan TNI, dapat diminta dalam Status Keadaan Konflik skala kabupaten/kota.
Beberapa poin diatas dapat membantu
pemerintah dalam menangani dan menghentikan konflik sosial yang terjadi di
masyarakat. Walaupun tidak bisa menghentikan sepenuhnya, seyogianya dengan
adanya pedoman poin-poin tersebut pemerintah mampu meminimalisir konflik sosial
yang terjadi. Untuk masyarakat Indonesia sendiri, diharapkan dengan adanya
peraturan perundang-undangan tersebut, masyarakat mau mematuhi dan menjalani
kehidupan kenegaraan sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada dalam negara
hukum itu sendiri demi terciptanya kedamaian, ketentraman, keamanan, serta
kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara
nyata atau konkrit.
terima kasih atas undang-undangnya de, :)
BalasHapusKog makasih sama adek Kak Tajul ? kan yang bikin undang-undang bukan adek toh,, heheh
Hapus