Sulfi Amalia
Fakultas Hukum
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Saat
ku lirik dan ku tatap lepas laut luas,
Ku
rasuki dalamnya teluk yang melekuk,
Derasnya
aliran arus yang terus-menerus,
Membuat
hati miris seolah-olah dilanda sepi.
Aku
mencoba beridiri tegap, tegar, dan tegas,
Membayangkan
raga ini mampu tanpa ada penyanggah
Bertahan
menahan segala rintangan,
Menerobos
halangan yang melintas.
Ku
berjalan dan terus berjalan,
Mengelilingi
daratan tempat yang Kau ciptakan,
Aku
berpikir, Aku bisa tanpa mereka,
Aku
merasa, Aku bertahan tanpa belas kasih mereka
Namun,
semua itu adalah bayangan tanpa kebenaran,
Kau
jatuhkan Aku, dan Kau lemahkan Aku,
Hingga
Aku sadar,
Bahwa
uluran tangan orang sekitar,
Adalah
masih Aku butuhkan.
Angkuh,
iya, Angkuh.
Semua
itu karena Aku Angkuh,
Angkuh
adalah saat Aku menatap rendah,
Dari tangga kemenangan kepada yang masih di bawah,
Sebelum akhirnya tangga itu pun patah,
Namun karena angkuhku itulah,
Yang di bawah tidak akan menyanggah,
Hingga Aku terhempas lemah di atas tanah-Mu.
Dari tangga kemenangan kepada yang masih di bawah,
Sebelum akhirnya tangga itu pun patah,
Namun karena angkuhku itulah,
Yang di bawah tidak akan menyanggah,
Hingga Aku terhempas lemah di atas tanah-Mu.
Apabila
matahari masih bersinar terik,
Aku berharap ia akan dapat membakar hatiku,
Yang akan membakar hingga merasuk ke dalam jiwaku,
Membakar hingga tak ada lagi pandangan angkuh dari kedua bola mataku.
Aku berharap ia akan dapat membakar hatiku,
Yang akan membakar hingga merasuk ke dalam jiwaku,
Membakar hingga tak ada lagi pandangan angkuh dari kedua bola mataku.
Mungkin
hanya angkuhnya malam yang sanggup mengatasi keangkuhanku,
Membawaku kembali dalam kesunyian,
Membawaku bergelut dalam lara,
mengendapkanku dalam sejuta kisah yang memenuhi kehidupanku,
Membawaku kembali dalam kesunyian,
Membawaku bergelut dalam lara,
mengendapkanku dalam sejuta kisah yang memenuhi kehidupanku,
Dan
masih kulihat awan yang tetap berarak,
Gelombang angin masih terus menari beriring,
Meskipun kedua tangan dan kakiku masih utuh,
Aku sadar,
Gelombang angin masih terus menari beriring,
Meskipun kedua tangan dan kakiku masih utuh,
Aku sadar,
Ternyata
Aku tidak mampu menggoncangkan dunia,
dengan segala keangkuhan yang merasuk ke dalam jiwa.
dengan segala keangkuhan yang merasuk ke dalam jiwa.
Tuhan,
ampuni Aku yang selalu angkuh,
Angkuh
dari apa yang telah Engkau berikan,
Maafkan
Aku, Tuhan…
Sangat Mendalam,,
BalasHapus