Sulfi Amalia
(13.110410.3874)
Fakultas Hukum
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
amalia.sulfi@gmail.com
Sejak dilahirkan, masing-masing manusia sudah diberi hak oleh Tuhan Yang
Maha Esa. Hak tersebut merupakan hak yang bersifat kodrati dan tidak dapat
diganggu gugat oleh siapa pun. Hak yang dimaksud adalah Hak Asasi Manusia atau
biasa yang disebut HAM. Menurut Slamet Marta Wardaya (dalam Muladi, 2004)[1],
HAM adalah istilah lain dari Natural
Rights, suatu konsep hukum alam yang relevan dengan hak-hak alam yang
kontrovesial. Sebagai Natural Rights, HAM telah menjadi suatu kebutuhan dari
realitas sosial yang bersifat universal. Seiring berjalannya waktu, HAM
tersebut pun telah mengalami perubahan-perubahan mendasar yang sejalan dengan
keyakinan dan praktik sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Sebagai negara hukum yang berideologi, Indonesia menyesuaikan konsep HAM[2]
dengan kebudayaan Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Hal tersebut perlu dilakukan karena HAM tentu akan berkaitan dengan
falsafah, doktrin, dan wawasan bangsa Indonesia, baik secara individual maupun
kolektif kehidupan masyarakat yang berasaskan kekeluargaan, dengan tidak
mengenal secara fragmentasi moralitas sipil, moralitas komunal, maupun
moralitas institusional yang saling menunjang secara proporsional.
Pada dasarnya, manusia itu adalah sebagai makhluk bertindak yang bukan saja
merespons tetapi juga beraksi. Melalui aksinya tersebut, maka terciptalah
satuan-satuan kegiatan untuk hal mana menghilangkan kebimbangan, kecemasan, dan
membangun percaya diri, serta gairah dalam kehidupan. Tak selamanya respon-aksi
tersebut berjalan secara mulus. Tentu akan ada pertikaian-pertikaian yang
terjadi dalam masyarakat.
Dalam berinteraksi dengan masyarakat lainnya, seseorang tentu sangat
memerlukan HAM. HAM bukan hanya mengatur hak-hak mendasar pada manusia, akan
tetapi juga mengatur bagaimana kewajiban dasar manusia, misalnya sebagai warga
negara, untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu,
HAM juga mengatur bagaimana menghormati hak-hak orang lain, mengatur tentang
etika, moral, termasuk patuh terhadap hukum internasional tentang HAM yang
telah diterima dan diakui oleh bangsa Indonesia. Untuk itu, sangatlah
diperlukan peran dari pemerintah Negara Indonesia. Sudah menjadi kewajiban bagi
pemerintah untuk melindungi HAM tersebut sesuai dengan hukum.
Perlindungan HAM yang sesuai dengan hukum dilakukan karena mengingat hukum
sebagai perangkat peraturan yang mengatur masyarakat dan baru berarti apabila
senyatanya didukung oleh sistem sanksi yang tegas dan jelas sehingga tegaknya
suatu keadilan[3].
Keadilan tersebutlah yang juga diperlukan dengan adanya perlindungan HAM
tersebut selain juga untuk terciptanya kehidupan yang damai.
Berbicara soal hukum, maka hukum hak asasi manusia pada intinya menjamin
hak yang paling mendasar dari semua hak yang dimiliki manusia, yaitu hak untuk
hidup, sebagaimana termuat di dalam Pasal 5 dan 8 Duham[4].
Bunyi dari Pasal 5 tersebut adalah : “ Tak seorang pun boleh disiksa atau
diperlakukan atau dihukum secara keji, tidak manusiawi, atau merendahkan
martabat”. Kemudian, disusul Pasal 8, yang berbunyi : “ Setiap orang berhak
atas penyelesaian yang efektif oleh peradilan nasional untuk mendapatkan
perlindungan yang sama terhadap tindakan-tindakan yang melanggar hak-hak
mendasar yang diberikan kepadanya oleh konstitusi atau oleh hukum”, demikian
pendapat G. Robertson Q.C. (121 : 2000 ) dalam Effendi, M. (61:2005)[5].
Berdasarkan pendapat G. Robertson tersebut, kita dapat menuliskan bahwa
dalam hal ini hak asasi manusia, salah satu diantaranya termasuk hak untuk
hidup, sangat penting dan betapa diperlukan oleh setiap orang. Tanpa ada hak
untuk hidup tersebut, maka sesorang bisa saja akan mendapatkan
penindasan-penindasan dari orang lain yang lebih kuat darinya dan lebih
memiliki kekuasaan yang tinggi daripada yang lain. Jika hal ini dibiarkan, maka
sinkronisasi kehidupan antara orang yang satu dengan orang yang lain tidak akan
dapat terwujud. Perpecahan da perselisihan tentu akan terjadi dimana-mana.
Akibatnya, rasa ketidaknyamanan dalam setiap orang pun akan muncul dengan
sendirinya. Untuk itu, agar hal tersebut dapat terhindar, maka diperlukan
lembaga negara yang memang berwenang dalam perlindungan HAM tersebut. Hal ini
mengingat setiap warga negara berhak
mendapatkan perlindungan HAM dari masing-masing negara tempat ia tinggal.
Marilah kita bernostalgia pada kejadian 21 tahun silam, yaitu tentang kasus
Marsinah[6]. Kasus Marsinah
terjadi pada tanggal 3-4 Mei 1993. Peristiwa ini berawal dari aksi mogok yang
dilakukan oleh Marsinah dan buruh PT CPS. Mereka menuntun kepastian pada
perusahaan yang telah melakukan PHK mereka tanpa alasan. Setelah aksi demo
tersebut, Marsinah malah ditemukan tewas 5 hari kemudian. Ia tewas di kawasan
hutan Wilangan, Nganjuk dalam kondisi mengenaskan. Penyelidikan masih belum
menemukan titik terang hingga sekarang. Melihat kasus tersebut, kita dapat
berpikir bahwa dalam hal ini perlindungan atas hak-hak asasi manusia sangatlah
penting.
Jika kita melihat dari sisi perlindungan HAM di Indonesia, maka hal yang
paling umum kita pandang adalah mengenai Undang-Undang Dasar 1945. Mulai dari
Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, kita dapat melihat apa saja hak-hak asasi
manusia yang dilindungi oleh UUD 1945 tersebut.
Satu hal yang menarik bahwa meskipun UUD 1945 adalah hukum dasar
tertulis yang di dalamnya memuat hak-hak dasar asasi manusia Indonesia serta
kewajiban-kewajban-kewajiban yang bersifat dasar pula, namun istilah perkataan
HAM itu sendiri sebenarnya tidak dijumpai dalam UUD 1945, baik dalam Pembukaan,
Batang Tubuh, maupun Penjelasannya. Adapun istilah yang ditemukan bukanlah HAM,
tetapi hanyalah hak dan kewajiban warga negara (HAW), sebagaimana yang telah dikatakan
oleh Mahfud MD (El-Muhtaj, M, 2005)[7]
bahwa HAM jenis tersebut adalah sebagai HAM yang partikularistik.
Sehubungan dengan perlindungan HAM tersebut, tentu tak akan lepas dari
tujuan negara itu sendiri. Di Indonesia sendiri, telah disebutkan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alenia IV[8]
bahwa Negara Indonesia sebagai persekutuan bersama bertujuan untuk melindungi
warganya terutama dalam kaitannya dengan perlindungan hak-hak asasinya. Adapun
tujuan negara tersebut adalah sebagai berikut :
“…Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum,mencerdasakan kehidupan bangsa…”
Berdasarkan pasal tersebut, maka tujuan Negara Indonesia[9]
memiliki konsekuensi bahwa negara berkewajiban melindungi warga negaranya
dengan Undang-Undang terutama untuk melindungi hak-hak asasinya demi
kesejahteraan hidup bersama. Demikian pula Negara Indonesia juga memiliki ciri
tujuan negara hukum material, dalam rumusan tujuan negara “…Memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa…”.
Terlepas dari perlindungan HAM oleh negara, kita sebagai warga negara tentu
dapat melatih diri kita untuk melakukan penegakan HAM sehingga dengan
sendirinya HAM pun akan terlindungi. Penegakan hak asasi manusia dapat kita
mulai di lingkungan yang paling kecil, yaitu keluarga. Misalnya, jika kita
berusaha untuk memahami bahwa saudara kita yang perempuan mempunyai hak yang
setara dengan saudara laki-laki untuk mendapat pendidikan, maka kita sebenarnya
telah memulai suatu langkah kecil untuk menghormati hak asasi manusia. Jika
langkah kecil tersebut dilakukan oleh banyak orang, maka akan menjadi suatu
langkah yang besar.
Sebagai penutup tulisan ini, yang terpenting dalam hal ini adalah bahwa
setiap orang menaati hak asasi sesamanya. Maka, apa pun bentuk langkah yang
diambil oleh seorang untuk menunjukan penghormatan kepada HAM. Kita sebagai
warga indonesia wajib mendukung adanya upaya lembaga-lembaga dalam melakukan perlindungan terhadap HAM.
[1]
Muladi, Hak Asasi Manusia Hakikat: Konsep
dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Refika Aditama,
Semarang, 2004, hlm. 3.
[2]
Ibid., hlm. 4
[3]
Sabian Ustman, Dasar-Dasar Sosiologi
Hukum: Makna Dialog antara Hukum & Masyarakat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2010, hlm. 227
[4]
Mansyur Effendi, Perkembangan Dimensi Hak
Asasi Manusia (HAM) & Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia
(HAKHAM), Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 61.
[5]
Ibid, hlm. 6
[6]
Sumber dari blog : http://cepatlambat.blogspot.com/2013/10/contoh-kasus-pelanggaran-ham-indonesia.html,
diakses pada tanggal 20 Oktober 2014
[7] Majda
El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam
Konstitusi Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005, hlm. 61.
[8]
Buku Kecil Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dan Perubahannya,
Penabur Ilmu, hlm. 6.
[9] Kaelan,
Pendidikan Pancasila, Paradigma,
Yogyakarta, 2010, hlm. 221.
tingkatkan lagi karyanya ya..salam kenal
BalasHapusHello Mbak Meiva..asal dari mana ya?
BalasHapus@Ratih : Saya asal Maluku..kalau mbak sendiri dari mana?
BalasHapusSaya memang asli jogja mbak..kok bisa tau blog Mbak Sulfi ini Mbak?
BalasHapusSebenarnya tidak sengaja sih Mbak,,saya tadinya mau cari teman saya juga, kebetulan namanya juga sulfi, ketika saya googling, nah , ketemu deh blog ini...hihihi
BalasHapus