Minggu, 22 Maret 2015

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA



Sulfi Amalia
(13.110410.3874)
Fakultas Hukum
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
amalia.sulfi@gmail.com
Sejak dilahirkan, masing-masing manusia sudah diberi hak oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hak tersebut merupakan hak yang bersifat kodrati dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Hak yang dimaksud adalah Hak Asasi Manusia atau biasa yang disebut HAM. Menurut Slamet Marta Wardaya (dalam Muladi, 2004)[1], HAM adalah istilah lain dari Natural Rights, suatu konsep hukum alam yang relevan dengan hak-hak alam yang kontrovesial. Sebagai Natural Rights, HAM telah menjadi suatu kebutuhan dari realitas sosial yang bersifat universal. Seiring berjalannya waktu, HAM tersebut pun telah mengalami perubahan-perubahan mendasar yang sejalan dengan keyakinan dan praktik sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Sebagai negara hukum yang berideologi, Indonesia menyesuaikan konsep HAM[2] dengan kebudayaan Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut perlu dilakukan karena HAM tentu akan berkaitan dengan falsafah, doktrin, dan wawasan bangsa Indonesia, baik secara individual maupun kolektif kehidupan masyarakat yang berasaskan kekeluargaan, dengan tidak mengenal secara fragmentasi moralitas sipil, moralitas komunal, maupun moralitas institusional yang saling menunjang secara proporsional.
Pada dasarnya, manusia itu adalah sebagai makhluk bertindak yang bukan saja merespons tetapi juga beraksi. Melalui aksinya tersebut, maka terciptalah satuan-satuan kegiatan untuk hal mana menghilangkan kebimbangan, kecemasan, dan membangun percaya diri, serta gairah dalam kehidupan. Tak selamanya respon-aksi tersebut berjalan secara mulus. Tentu akan ada pertikaian-pertikaian yang terjadi dalam masyarakat.
Dalam berinteraksi dengan masyarakat lainnya, seseorang tentu sangat memerlukan HAM. HAM bukan hanya mengatur hak-hak mendasar pada manusia, akan tetapi juga mengatur bagaimana kewajiban dasar manusia, misalnya sebagai warga negara, untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, HAM juga mengatur bagaimana menghormati hak-hak orang lain, mengatur tentang etika, moral, termasuk patuh terhadap hukum internasional tentang HAM yang telah diterima dan diakui oleh bangsa Indonesia. Untuk itu, sangatlah diperlukan peran dari pemerintah Negara Indonesia. Sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk melindungi HAM tersebut sesuai dengan hukum.
Perlindungan HAM yang sesuai dengan hukum dilakukan karena mengingat hukum sebagai perangkat peraturan yang mengatur masyarakat dan baru berarti apabila senyatanya didukung oleh sistem sanksi yang tegas dan jelas sehingga tegaknya suatu keadilan[3]. Keadilan tersebutlah yang juga diperlukan dengan adanya perlindungan HAM tersebut selain juga untuk terciptanya kehidupan yang damai.
Berbicara soal hukum, maka hukum hak asasi manusia pada intinya menjamin hak yang paling mendasar dari semua hak yang dimiliki manusia, yaitu hak untuk hidup, sebagaimana termuat di dalam Pasal 5 dan 8 Duham[4]. Bunyi dari Pasal 5 tersebut adalah : “ Tak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan atau dihukum secara keji, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat”. Kemudian, disusul Pasal 8, yang berbunyi : “ Setiap orang berhak atas penyelesaian yang efektif oleh peradilan nasional untuk mendapatkan perlindungan yang sama terhadap tindakan-tindakan yang melanggar hak-hak mendasar yang diberikan kepadanya oleh konstitusi atau oleh hukum”, demikian pendapat G. Robertson Q.C. (121 : 2000 ) dalam Effendi, M. (61:2005)[5].
Berdasarkan pendapat G. Robertson tersebut, kita dapat menuliskan bahwa dalam hal ini hak asasi manusia, salah satu diantaranya termasuk hak untuk hidup, sangat penting dan betapa diperlukan oleh setiap orang. Tanpa ada hak untuk hidup tersebut, maka sesorang bisa saja akan mendapatkan penindasan-penindasan dari orang lain yang lebih kuat darinya dan lebih memiliki kekuasaan yang tinggi daripada yang lain. Jika hal ini dibiarkan, maka sinkronisasi kehidupan antara orang yang satu dengan orang yang lain tidak akan dapat terwujud. Perpecahan da perselisihan tentu akan terjadi dimana-mana. Akibatnya, rasa ketidaknyamanan dalam setiap orang pun akan muncul dengan sendirinya. Untuk itu, agar hal tersebut dapat terhindar, maka diperlukan lembaga negara yang memang berwenang dalam perlindungan HAM tersebut. Hal ini mengingat setiap warga negara  berhak mendapatkan perlindungan HAM dari masing-masing negara tempat ia tinggal.
Marilah kita bernostalgia pada kejadian 21 tahun silam, yaitu tentang kasus Marsinah[6]. Kasus Marsinah terjadi pada tanggal 3-4 Mei 1993. Peristiwa ini berawal dari aksi mogok yang dilakukan oleh Marsinah dan buruh PT CPS. Mereka menuntun kepastian pada perusahaan yang telah melakukan PHK mereka tanpa alasan. Setelah aksi demo tersebut, Marsinah malah ditemukan tewas 5 hari kemudian. Ia tewas di kawasan hutan Wilangan, Nganjuk dalam kondisi mengenaskan. Penyelidikan masih belum menemukan titik terang hingga sekarang. Melihat kasus tersebut, kita dapat berpikir bahwa dalam hal ini perlindungan atas hak-hak asasi manusia sangatlah penting.
Jika kita melihat dari sisi perlindungan HAM di Indonesia, maka hal yang paling umum kita pandang adalah mengenai Undang-Undang Dasar 1945. Mulai dari Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, kita dapat melihat apa saja hak-hak asasi manusia yang dilindungi oleh UUD 1945 tersebut.  Satu hal yang menarik bahwa meskipun UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis yang di dalamnya memuat hak-hak dasar asasi manusia Indonesia serta kewajiban-kewajban-kewajiban yang bersifat dasar pula, namun istilah perkataan HAM itu sendiri sebenarnya tidak dijumpai dalam UUD 1945, baik dalam Pembukaan, Batang Tubuh, maupun Penjelasannya. Adapun istilah yang ditemukan bukanlah HAM, tetapi hanyalah hak dan kewajiban warga negara (HAW), sebagaimana yang telah dikatakan oleh Mahfud MD (El-Muhtaj, M, 2005)[7] bahwa HAM jenis tersebut adalah sebagai HAM yang partikularistik.
Sehubungan dengan perlindungan HAM tersebut, tentu tak akan lepas dari tujuan negara itu sendiri. Di Indonesia sendiri, telah disebutkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia IV[8] bahwa Negara Indonesia sebagai persekutuan bersama bertujuan untuk melindungi warganya terutama dalam kaitannya dengan perlindungan hak-hak asasinya. Adapun tujuan negara tersebut adalah sebagai berikut :
“…Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,mencerdasakan kehidupan bangsa…”
Berdasarkan pasal tersebut, maka tujuan Negara Indonesia[9] memiliki konsekuensi bahwa negara berkewajiban melindungi warga negaranya dengan Undang-Undang terutama untuk melindungi hak-hak asasinya demi kesejahteraan hidup bersama. Demikian pula Negara Indonesia juga memiliki ciri tujuan negara hukum material, dalam rumusan tujuan negara “…Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa…”.
Terlepas dari perlindungan HAM oleh negara, kita sebagai warga negara tentu dapat melatih diri kita untuk melakukan penegakan HAM sehingga dengan sendirinya HAM pun akan terlindungi. Penegakan hak asasi manusia dapat kita mulai di lingkungan yang paling kecil, yaitu keluarga. Misalnya, jika kita berusaha untuk memahami bahwa saudara kita yang perempuan mempunyai hak yang setara dengan saudara laki-laki untuk mendapat pendidikan, maka kita sebenarnya telah memulai suatu langkah kecil untuk menghormati hak asasi manusia. Jika langkah kecil tersebut dilakukan oleh banyak orang, maka akan menjadi suatu langkah yang besar.
Sebagai penutup tulisan ini, yang terpenting dalam hal ini adalah bahwa setiap orang menaati hak asasi sesamanya. Maka, apa pun bentuk langkah yang diambil oleh seorang untuk menunjukan penghormatan kepada HAM. Kita sebagai warga indonesia wajib mendukung adanya upaya lembaga-lembaga dalam melakukan perlindungan terhadap HAM.


[1] Muladi, Hak Asasi Manusia Hakikat: Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Refika Aditama, Semarang, 2004, hlm. 3.
[2] Ibid., hlm. 4
[3] Sabian Ustman, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum: Makna Dialog antara Hukum & Masyarakat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 227
[4] Mansyur Effendi, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) & Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM), Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 61.
[5] Ibid, hlm. 6
[6] Sumber dari blog : http://cepatlambat.blogspot.com/2013/10/contoh-kasus-pelanggaran-ham-indonesia.html, diakses pada tanggal 20 Oktober 2014
[7] Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005, hlm. 61.
[8] Buku Kecil Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dan Perubahannya, Penabur Ilmu, hlm. 6.
[9] Kaelan, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta, 2010, hlm. 221.

5 komentar:

  1. tingkatkan lagi karyanya ya..salam kenal

    BalasHapus
  2. Hello Mbak Meiva..asal dari mana ya?

    BalasHapus
  3. @Ratih : Saya asal Maluku..kalau mbak sendiri dari mana?

    BalasHapus
  4. Saya memang asli jogja mbak..kok bisa tau blog Mbak Sulfi ini Mbak?

    BalasHapus
  5. Sebenarnya tidak sengaja sih Mbak,,saya tadinya mau cari teman saya juga, kebetulan namanya juga sulfi, ketika saya googling, nah , ketemu deh blog ini...hihihi

    BalasHapus

Wikipedia

Hasil penelusuran