Sulfi Amalia
Fakultas Hukum
Universitas
Proklamasi 45 Yogyakarta
Jika pembahasan HAM
hanya terbatas dalam konteks sistem peradilan pidana yaang berada dalam
kerangka jaringan sistem peradilan yang mendayagunakan hukum pidana, maka tidak
akan menghasilkan gambaran yang menyeluruh dan sistemik. Untuk itu, diperlukan
kajian secara utuh yang mencakup administrasi peradilan pidana. Dalam kajian
tersebut, hendaknya memiliki daya jangkau lebih luas yang meliputi hal-hal
sebagai berikut.
1.
Kebijakan peradilan pidana
2.
Hak dan kewajiban serta etika penguasa
dalam memperlakukan pelaku tindak pidana,saksi, dan korban
3.
Pelbagai pemabatasan terhadap kekuasaaan
negara
4.
Tata cara mengajukan keberatan sampai
sampai dengan perlunya kerjasama internasional.
Jika
berbicara tentang kaitan HAM dengan sistem peradilan pidana dan administrasi
peradilan pidana, maka tidak akan lepas dari pembahasan tentang hubungan antara
HAM, supremasi hukum dan demokrasi. Secara universal, diakui bahwa terdapat
hubungan antara kejahatan dan kebutuhan untuk meningkatkan pelbagai kondisi
sosial dan untuk mendorong pengembangan kebijakan sosial yang akan menunjang
pencegahan kejahatan. Sistem peradilan pidana harus peka dan tanggap terhadap
pembangunan dan HAM, dalam hal ini termasuk juga misalnya peran media massa dan
pendidikan.
Pemahaman
HAM dalam perspektif sistem peradilan pidana dan administrasi peradilan pidana
harus ditempatkan dalam kerangka supremasi hukum, yang keduanya merupakan
bagian integral dan index dari demokrasi. HAM dalam administrasi peradilan
pidana hanya dapat dimonitor dan ditegakkan apabila terdapat kesadaran dan
kerjasama sistemik antara pemerintah, lembaga-lembaga, organisasi media massa
dan individual serta masyarakat internasional.
[1]
Muladi, Hak Asasi Manusia Hakikat: Konsep
dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Refika Aditama,
Semarang, 2004, hlm. 99.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar