Minggu, 29 Juni 2014

Saat Angkuh dalam Jiwaku


Sulfi Amalia
Fakultas Hukum
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
 

Saat ku lirik dan ku tatap lepas laut luas,
Ku rasuki dalamnya teluk yang melekuk,
Derasnya aliran arus yang terus-menerus,
Membuat hati miris seolah-olah dilanda sepi.
Aku mencoba beridiri tegap, tegar, dan tegas,
Membayangkan raga ini mampu tanpa ada penyanggah
Bertahan menahan segala rintangan,
Menerobos halangan yang melintas.
Ku berjalan dan terus berjalan,
Mengelilingi daratan tempat yang Kau ciptakan,
Aku berpikir, Aku bisa tanpa mereka,
Aku merasa, Aku bertahan tanpa belas kasih mereka
Namun, semua itu adalah bayangan tanpa kebenaran,
Kau jatuhkan Aku, dan Kau lemahkan Aku,
Hingga Aku sadar,
Bahwa uluran tangan orang sekitar,
Adalah masih Aku butuhkan.
Angkuh, iya, Angkuh.
Semua itu karena Aku Angkuh,
Angkuh adalah saat Aku menatap rendah,
Dari tangga kemenangan kepada yang masih di bawah,
Sebelum akhirnya tangga itu pun patah,
Namun karena angkuhku itulah,
Yang di bawah tidak akan menyanggah,
Hingga Aku terhempas lemah di atas tanah-Mu.
Apabila matahari masih bersinar terik,
Aku berharap ia akan dapat membakar hatiku,
Yang akan membakar hingga merasuk ke dalam jiwaku,
Membakar hingga tak ada lagi pandangan angkuh dari kedua bola mataku.
Mungkin hanya angkuhnya malam yang sanggup mengatasi keangkuhanku,
Membawaku kembali dalam kesunyian,
Membawaku bergelut dalam lara,
mengendapkanku dalam sejuta kisah yang memenuhi kehidupanku,
Dan masih kulihat awan yang tetap berarak,
Gelombang angin masih terus menari beriring,
Meskipun  kedua tangan dan kakiku masih utuh,
Aku sadar,
Ternyata Aku tidak mampu menggoncangkan dunia,
dengan segala keangkuhan yang merasuk ke dalam jiwa.
Tuhan, ampuni Aku yang selalu angkuh,
Angkuh dari apa yang telah Engkau berikan,
Maafkan Aku, Tuhan…

1 komentar:

Wikipedia

Hasil penelusuran